Selasa, 07 Mei 2013

Risty Krisinggih
22 Maret 2013
KRISIS MORALITAS, PERGESERAN NILAI DAN NORMA

    Akhir-akhir ini saya terinspirasi untuk menuangkan sedikit pandangan saya mengenai moralitas bangsa Indonesia diera globalisasi yang semakin tak terkendali perkembangannya baik dari segi ilmu pengetahuan maupun teknologi. Tanpa kita sadari, dewasa ini telah terjadi pergeseran makna pandangan hidup, ideologi, tata budaya maupun nilai dan norma. Jika ditinjau disekeliling kita, sebenarnya bangsa Indonesia saat ini tidak lagi mencerminkan jati diri Bangsa Indonesia. Pertama, timbulnya implikasi bahwa terjadi perubahan pandangan terhadap nilai dan norma yang telah menjadi budaya Bangsa Indonesia, yang telah dianut dan dipercaya sejak zaman nenek moyang dan merupakan titik awal lahirnya ideologi bangsa yang selanjutnya kita pelajari sebagai identitas dan karakteristik bangsa pada pelajaran kewarganegaraan Indonesia. Namun agaknya nilai-nilai itu kemudian mengalami pergeseran makna seiring dengan kemajuan IPTEK yang seharusnya justru dapat menunjang kemajuan bangsa. Contohnya seperti pergeseran pandangan terhadap pelaku-pelaku tindak asusila/zina yang zaman ini dianggap sudah biasa dan tidak ada hukuman yang dapat membuat jera pelakunya. Pasalnya hal ini dianggap sangat tabu oleh bangsa Indonesia pada massa sejarah. Bahkan pelaku zina bisa dihukum secara fisik maupun moril oleh masyarakat disekelilingnya, seperti diarak keliling kampung, diusir dari desa dan mendapatkan hinaan serta diskriminasi seumur hidup. Namun yang terjadi saat ini tidak demikian. Remaja dari berbagai tingkatan usia mulai dari SMP hingga perguruan tinggi tidak lagi menjunjung nilai-nilai moralitas yang dulu dianggap sangat sakral. Dewasa ini banyak contoh kasus remaja yang hamil diluar nikah akibat perzinaan yang dilakukan. Namun yang menjadi pertanyaan apakah mereka menyesal? Apakah mereka mendapat hukuman fisik atau moral? Apakah mereka terdiskriminasi dari lingkungan? Apakah mereka malu dengan tindakan zina yang seharusnya kita sebut aib ini? jawabannya adalah tidak. Cukup dengan kedua pelaku dinikahkan maka semua permasalahan akan selesai. Tidak ada rasa malu, tidak ada rasa takut, yang lebih parah hal ini kemudian dianggap sebagai hal biasa oleh pelaku maupun masyarakat sekitar.Padahal hal ini sunguh bertolak dengan ideologi bangsa dan ajaran agama.
    Kedua, pergeseran nilai moralitas selanjutnya adalah mengenai kejujuran. Dewasa ini kejujuran dirasa sesuatu yang sangat mahal harganya karena kejujuran sulit dicari. Praktek korupsi, kolusi dan nepotisme bukan lagi menjadi sebuah hal yang sulit dilakukan. Dalam berbagai situasi hal ini sangat mungkin terjadi mengingat banyaknya celah-celah kesempatan yang ada. semua kembali kepada pilihan hidup seseorang. Namun Indonesia sebagai negara berkembang sungguh membutuhkan kader-kader pemimpin yang jauh dari ketidakjujuran dan pantang melakukan tindakan amoral seperti KKN. Lalu, lagi-lagi yang menjadi pertanyaan adalah bagimanakah hukum di Indonesia yang menjerat pelaku-pelaku KKN ini? Sudah sebandingkah dengan perbuatannya? Jawabannya adalah tergantung money. Pada kenyataannya pelaku-pelaku KKN akan mendapat hukuman ringan asalkan mereka memiliki uang. Bahkan fasilitas didalam penjarapun bisa dibeli. Mau ada televisi, layanan telepon atau yang lainnya tinggal beli. Jdi, apakah ini yang disebut keadilan?
    Ketiga, adalah perasaan kebanggaan atas bangsa Indonesia, Sudahkah kita bangga menjadi bangsa Indonesia? Kenyataannya, kita bangga ketika mengkonsumsi barang impor. Ibu-ibu akan senang memamerkan tas barunya dari S    ingapura ketika menunggu anaknya yang sedang belajar disekolah TK bersama ibu-ibu lainnya. Kita merasa memiliki nilai lebih ketika mengkonsumsi barang-barang buatan negara lain. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena telah terjadi pergeseran nilai akan kebanggaan barang produksi Indonesia. Namun hal ini akan menjadi realita yang sulit dan tidak ada jalan keluarnya ketika produk dalam negeri belum mampu bersaing masalah kualitas dengan produk luar. Inilah yang selanjutnya dijadikan alasan untuk berbangga dengan mengkonsumsi produk luar. Padahal ini bisa menjadi suatu bahan evaluasi bagi produsen untuk lebih meningkatkan kualitasnya agar Bangsa Indonesia berani bangga dengan produk Indonesia bahkan mengekspor barang dan bersaing dengan produk luar negeri. Yang terjadi saat ini adalah Indonesia menjadi negara yang mengekspor bahan mentah dan kemudian mengimpor produk turunan. Contoh nyata adalah coklat. Ya, tentu semua orang mengenal makanan satu ini. Rasa dan manfaatnya bagi kesehatan membuat permintaan akan coklat di Indonesia tinggi. Pada kenyataannya Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang sangat berpotensi untuk menghasilkan komoditas kakao yang merupakan bahan dasar coklat. Suatu kebanggaan ketika kita mampu mengekspor komoditas kakao ke luar negeri. Namun yang miris adalah kita sebagai negara penghasil komoditas kakao namun kita sendiri mengimpor coklat dari luar negeri. Lalu apa yang salah pada negeri ini?
    Kempat, kemajuan teknologi telah membawa dampak positif dan juga negatif bagi Bangsa Indonesia. Segala macam pekerjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien dengan adanya teknologi. Misalnya mesin perajang tembakau telah meminimalisir tenaga perajang tembakau dan mempersingkat waktu dalam perajangannya. Dan tentu saja banyak contoh teknologi lain yang sering kita manfaatkan. Namun bagaimanakah dampak negatifnya? Agaknya kemajuan teknologi ini membawa budaya-budaya baru yang tidak sesuai dengan nilai dan norma. Contohnya, media internet telah menjadi suatu bank informasi besar yang dapat diakses dengan mudah oleh siapapun. Entah itu berupa informasi yang bermanfaat atau bahkan sebaliknya. Hal ini pula yang dapat memicu terjadinya ketimpangan sosial dan pergeseran nilai dan kepribadian orang Indonesia ketika apa yang diakses itu merupakan hal buruk yang berpengaruh tehadap pola pikir dan perilaku. Namun kemajuan teknologi ini tidak dapat kita hindari sebagai makhluk modern yang membutuhkan berbagai tekhnologi untuk meringankan segala macam pekerjaan kita.
    Banyak sekali permasalahan yang diakibatkan oleh krisis moralitas dan pergeseran nilai dan norma. Penanganan terhadap hal ini tidak dapat dilakukan secara singkat, namun butuh suatu proses berlanjut dan berkesinambungan serta telaah serta pemahaman ulang akan ideologi Bangsa Indonesia sebagai panduan dan pandangan hidup Bangsa Indonesia. Salah satunya adalah melalui pendidikan yang berbasis moralitas. Pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai kebudayaan. Calon-clon pemimpin Indonesia dilahirkan dari kalangan akademisi. Oleh karena itu pembentukan pengkaderan yang bagus perlu diterapkan sejak dini, dan disini lembaga pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Selain itu lingkungan keluarga dan lingkungan pergaulan juga menjadi faktor yang dapat membentuk karakter, kepribadian dan moral. Keluarga justru bertindak sebagai problem solver yang vital dan primer akan pembentukan karakter calon-calon pemimpin. Oleh karena itu, pengkondisian lingkungan keluarga yang sehat perlu ditanamkan oleh orangtua kepada anak-anaknya sejak dini. Jika nilai-nilai kebangsaan dan moralitas yang baik di infuskan sejak dini, maka akan tercipta pribadi yang sehat sebagai calon-calon pemimpin bangsa.
    Indonesia membutuhkan orang-orang yang jujur, berkualitas, bermoral dan berilmu pengetahuan yang tinggi untuk mewujudkan Indonesia maju dan bebas dari segala bentuk KKN dan kejahatan. Indonesia membutuhkan orang-orang yang memiliki semangat tinggi untuk terus berinovasi mengembangkan pengetahuan dan teknologi. Untuk itu, marilah kita manjadi bagian warga negara yang sehat moral dan akhlak untuk membangun Indonesia maju. Hiduplah Indonesiaku!